Kapan Perasaan Insecure menjadi Racun?

Amran Hasbi Adityaputra
5 min readMar 20, 2021

--

Ngalis dulu bund🙏

Insecure adalah sebuah fenomena yang sering terjadi di kalangan kawula muda saat ini, entah karena pengaruh media sosial atau memang hobi, apapun alasannya, (biasanya) hasilnya tetap buruk bagi diri mereka sendiri.

Walaupun ini adalah fenomena yang sudah viral, tapi kenapa aku memutuskan untuk menulis hal ini sekarang? Karena ada salah satu temanku yang membatalkan acara nongki canci gara-gara perasaan tersebut.

Sebelum pergi ke cerita detail tentang temanku, pertama-tama aku ingin menceritakan pengalamanku dan bagaimana aku menyikapi perasaan insecure.

Pengalamanku dengan Perasaan Insecure

Sekedar mengambil pengertian dari salah satu website agar lebih mudah dipahami: Insecure diartikan sebagai perasaan cemas, tidak mampu, dan kurang percaya diri yang membuat seseorang merasa tidak aman.

Seumur hidupku, perasaan ini menjadi nyata ketika aku memiliki pacar di bangku kuliah. Singkatnya, pacarku memiliki seorang teman dekat laki-laki. Walaupun pacarku (yang sekarang disebut mantan) selalu mengingatkan bahwa mereka hanya-beneran-temen-aja-ga-lebih-ga-kurang, tetap saja itu tidak menghilangkan perasaan cemburu ketika melihat mereka bersama.

Hal ini menjadi menarik ketika aku bertanya ke diriku dengan pertanyaan ini:

“Kenapa? Kenapa gue bisa cemburu sama dia?”

Dengan menyiapkan kelapangan dada seluas mungkin (karena aku tau jawaban yang muncul pasti menyakitkan), akhirnya muncul jawabannya:

“Karena dia lebih ganteng dari lu. Dia lebih keren dari lu, karena dia bisa nyanyi, main gitar, dan pinter.”

Terlepas dari betapa menyakitkannya jawaban tersebut (dan entah kenapa aku bisa memunculkan jawaban seperti itu), itu kenyataannya. Itu yang benar-benar aku rasakan.

Kalau diperhatikan baik-baik, beberapa alasan yang membuatku cemburu adalah semua hal yang tidak aku punya atau miliki. Aku cemburu kepada laki-laki tersebut karena dia memiliki segala hal yang tidak aku miliki; Dia unggul di semua kekuranganku.

Lalu apa?

Caraku Menangani Perasaan insecure

Setelah mengetahui alasan yang jelas mengapa aku cemburu kepada laki-laki tersebut, lalu aku memutuskan untuk melakukan beberapa usaha.

Jika kamu ingat foto di awal tulisan ini, hal tersebut merupakan salah satu usahaku untuk memiliki apa yang laki-laki tersebut punya dan aku tidak punya; Alis (karena sepertinya alis menjadi salah satu indikator “ganteng”ku).

Ketahui penyebab dari perasaan insecure, lalu lakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk mengubahnya.

Jadi itu jalan ninjaku dalam menghadapi perasaan insecure. Cukup sederhana kan?

Kembali ke Temanku

Temanku yang membatalkan untuk bertemu dengan orang lain karena perasaan insecure, walaupun ia kangen bangetz (pake z biar asik) dengan teman-temannya.

Aku dan dia tahun ini akan berusia 23 tahun (sial..), dan kami sama-sama sudah mendapatkan gelar sarjana kami. Yang membedakan adalah keadaan kami saat ini; Kesibukanku sehari-hari adalah bekerja, dan dia masih berusaha mencari pekerjaan.

Nah, sekarang sudah jelas ya mengapa perasaan tersebut muncul dalam dirinya.

Sebagai anak Psikologi yang (katanya) tidak boleh ngejudge orang lain, maka aku memutuskan untuk bertanya kepadanya:

“Apa hubungannya kangen, gak mood ketemu, sama insecure?”

Lalu dia membalas (siap-siap dengan jawaban yang panjang):

“Ya gitu Mran, gue kan masih pengangguran nih. Gue udah apply kemana2, bahkan magang pun juga gue jabanin. Tapi kok gak dapett2 gituloh. Padahal magang doang wkwk. Yaa intinya tuh, kok jalan gue dipersulit yaah? Apa gue pernah melakukan suatu kesalahan ya? Wkwk. Sementara temen2 gue kok mudah aja jalannya. Yaaa lagi2 gua bandingin diri sendiri dgn orang lain. Truss tiap temen2 gue ngomongin kerjaan tuh jadi ketrigger yang membuat gue sedih. Makanyaaa gue sebenernya ragu bisakah gue ketemu2 kalian dengan perasaan yg baik2 aja. Walaupun sbnenya gue kangen banget sama lu semuaa.”

Yang bisa relate sama temanku ini silakan komen, like, and subscribe yah.

Anyway, melalui tulisan ini aku ingin menawarkan dia (dan kamu) cara lain untuk menyikapi perasaan insecure, yang jarang dilakukan orang lain tapi menghasilkan lebih banyak keuntungan.

Sebelumnya aku menulis bahwa insecure diartikan sebagai perasaan cemas, tidak mampu, dan kurang percaya diri yang membuat seseorang merasa tidak aman; Perasaan tidak aman yang juga membuatku cemburu terhadap teman laki-laki dari (mantan) pacarku ketika kuliah.

Perasaan tidak aman yang muncul karena adanya kemungkinan laki-laki tersebut akan merebut pacarku. Mengapa bisa demikian?

Seperti yang aku tulis di awal:

Dia memiliki segala hal yang tidak aku miliki; Dia unggul di semua kekuranganku.”

Perasaan insecure menyebabkan seseorang merasa tidak aman karena memunculkan kekurangan yang orang tersebut miliki. Kekurangan tersebut muncul karena seseorang sudah tau mana takaran yang dikatakan “baik” dan “buruk” atau “sukses” dan “gagal”, biasanya (atau bisa dipastikan) takaran itu muncul ketika seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain.

Nah, bagaimana bila kemunculan takaran tersebut berfungsi untuk memberitahukan di mana letak kekurangan kita, dan lalu meminta kita untuk memperbaikinya?

Jika demikian, maka definisi perasaan insecure menjadi:

“Sebuah sinyal yang menunjukkan bagian dari diri kamu yang harus diperbaiki atau ditingkatkan.”

That sounds better, right?

Yes, lalu?

Kembali ke Caraku Menangani Perasaan Insecure

Masih ingat kan? Itu loh yang cukup mengetahui penyebab dari perasaan insecure, lalu lakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk mengubahnya.

Sebenarnya, cara tersebut disusun berdasarkan ajaran dasar dari filsafat Stoa:

“Happiness and freedom begin with a clear understanding of one principle: Some things are within our control, and some things are not.”

— Epictetus

Intinya; Ada hal yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan, dan kita harus fokus ke hal-hal yang bisa kita kendalikan. Contoh dari hal yang bisa aku kendalikan? Usahaku untuk membuat alis.

Dengan definisi perasaan insecure yang baru, aku dapat mengetahui dengan tepat apa yang harus aku latih atau pelajari setiap harinya (bukan ngalis ya..).

Thank you for showing up in my life, insecurity.

Kembali (lagi) ke Temanku

Padahal, langkah awal yang dia ambil untuk menyikapi perasaan insecure sudah benar:

Mempertanyakan apakah dirinya melakukan sebuah kesalahan atau tidak.

Tapi sayangnya, langkah selanjutnya merupakan langkah yang kurang tepat:

Memilih untuk tidak bertemu dengan orang yang dianggap “sukses” olehnya.

Mengapa kurang tepat? Karena ia menutup kemungkinan untuk mendapatkan saran, nasihat, tips dan trik atau (mungkin) bahkan lowongan kerja di tempat temannya bekerja.

Jika benar temanku bisa mendapatkan hal-hal tersebut ketika memutuskan untuk menghadapi perasaan insecure (bertemu dengan teman-temannya), maka aku yakin seratus persen ia akan mengirimkan pesan ke aku (dan teman-teman lainnya) yang berbunyi:

Ketemuan yuk!! Gue kangen banget ketemu eluu!!!

Perasaan insecure muncul sebagai sinyal yang menunjukkan di mana kekurangan kita.

Setelah tau letak kekurangan kita, baru kita bisa memutuskan hal apa yang ingin kita lakukan dalam rangka memperbaikinya.

Entah berlatih dari internet atau bertemu dan bertanya langsung kepada orang yang membuat kita insecure.

Dengan begitu, kita menjadi lebih kuat karena berusaha menghadapi hal yang membuat kita tidak aman.

Seperti kata Psikolog terkenal bernama Carl Gustav Jung:

“That which we need the most will be found where we least want to look.”

Jadi apa hal (atau siapa) yang kamu “least want to look” saat ini?

--

--