9 Model Berpikir yang Membuat Hidup Lebih Mudah

Amran Hasbi Adityaputra
8 min readSep 1, 2021
Versi suara

“It’s all duality and polarity.

kata Lao Zi, seorang filsuf yang mendirikan ajaran Taoisme.

Hitam-putih, gelap-terang, baik-jahat, bulan-matahari, kiri-kanan, chaos-order, barat-timur.

Budaya Barat dan budaya Timur.

Indonesia seringkali dikategorikan masuk ke dalam negara yang berbudaya timur, apa yang membedakan budaya barat dan timur? Perbedaan yang sering aku dengar adalah budaya barat cenderung individualis (mementingkan diri sendiri), sedangkan timur cenderung kolektif (mementingkan kelompok). Tapi ada perbedaan mendasar lainnya.

Di salah satu podcast yang aku dengarkan, Yeonmi Park, seorang warga negara Korea Utara yang berhasil kabur dari Korea Utara, mengatakan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara budaya barat dan timur dalam sistem pendidikannya.

Di Korea Selatan (setelah dia kabur dari Korea Utara), ia fokus belajar ke hal-hal yang lebih teknikal, atau step-by-step to do something. Sedangkan di Amerika Serikat, lebih tepatnya di Colombia University, ia lebih diajarkan ke cara berpikir, atau how to think.

Wah abstrak banget, ya? Kayaknya mah mikir ya gitu-gitu aja. Kemampuan yang sebenarnya gak perlu dilatih. Mikir aja kok pake latihan.

Well, kalau gak perlu dilatih, seharusnya banyak mahasiswa tingkat akhir yang bisa lulus cepat. Harusnya. Kalau itu merupakan bawaan dari lahir.

Berpikir merupakan suatu kemampuan yang perlu dilatih, karena hasil dari kegiatan berpikir haruslah masuk akal.

“When you’re a God, you just have to explain, not make senses.”

Btw, itu kalimat dari Yeonmi Park.

Sayangnya kita bukan Tuhan, sehingga kita harus belajar membuat pemikiran kita masuk akal.

Gimana caranya? Knock knock knock, mental model hadir~

Mengapa Kita Butuh Mental Model?

Selain untuk membuat hasil dari pemikiran kita masuk akal, mental model juga berfungsi untuk mempermudah cara berpikir kita.

Look, world is a complicated place, too much chaos. Terlalu banyak hal-hal yang tak bisa diprediksi. Makanya we need order, suatu keteraturan untuk membuat dunia ini, atau dunia kita, lebih tertata rapi. Oleh sebab itu, mental model hadir membawa keteraturan tersebut.

Sebelum lanjut, aku akan mengganti istilah mental model dengan model berpikir.

Ada perkataan:

“If the only tool you have is a hammer, you will start treating all your problems like a nail.”

yang berarti jika satu-satunya alat yang kamu miliki adalah palu, kamu akan mulai memperlakukan semua masalah seperti paku.

Ada cara berpikir yang berbentuk palu, ada yang berbentuk obeng, gergaji dan seterusnya.

Jadi cara berpikir itu terdiri dari banyak jenis, seakan-akan kamu punya kotak perkakas yang berisi beragam model untuk digunakan dalam proses pemecahan masalah. Yang artinya setiap model bisa digunakan tergantung jenis permasalahannya. Jadi, tidak ada satu alat pasti untuk menyelesaikan semua jenis masalah.

Bukannya kalau ada satu alat yang bisa menyelesaikan semua masalah akan lebih baik? Tentu.

Tapi seperti yang aku katakan di awal tadi, life is a complicated place, sehingga kecil kemungkinannya solusi A yang menjadi solusi di permasalahan B akan berhasil juga di permasalahan C atau D atau E.

Berbagai jenis permasalahan, berbagai jenis juga cara berpikir untuk menemukan solusinya.

Apa Itu Model Berpikir?

Walaupun sekarang lagi tren perdebatan mana yang lebih baik antara spesialis dengan generalis, kenyataannya, kebanyakan dari kita adalah seorang spesialis.

Contoh, aku spesialis di Psikologi, karena aku mengambil jurusan Psikologi ketika kuliah. Dan aku cenderung mencari solusi berdasarkan apa yang dirasakan seseorang. Karena selama 4 tahun aku belajar mengapa orang berperilaku demikian dalam kesehariannya.

Berbeda dengan anak ekonomi yang mencari solusi dari sisi keuangannya, atau anak teknik informatika yang pola pikirnya seperti sebuah sistem coding, atau anak biologi yang akan berpikir dalam konsep teori evolusi Darwin.

Setiap spesialis melihat sesuatu dengan cara yang berbeda. Karena mereka memiliki model berpikir yang berbeda di kepalanya. Karena mereka dilatih sedemikian rupa.

Dengan menempatkan berbagai model berpikir ini di kepala, kita akan mendapatkan gambaran permasalahan lebih utuh; Ya anggaplah yang awalnya kita melihat masalah secara dua dimensi lalu berevolusi menjadi tiga dimensi.

Kalau kita tidak mendapatkan gambaran permasalahan secara utuh, maka kita akan memiliki titik buta. Dan titik buta tersebut dapat membunuh kita.

Seperti Neji yang hampir kalah oleh Kidomaru, itu loh anak buah Orochimaru yang seperti laba-laba ketika Naruto mengejar Sasuke yang kabur dari Konoha.

Naruto — Chapter 196

Yah, I hope you knew that Anime.

Apa Saja Model-model dalam Berpikir?

Referensi utama untuk membuat tulisan ini adalah blog bernama Farnam Street, yang singkat ceritanya aku temukan dari membaca berbagai artikel ketika zaman sangat terobsesinya dengan pengembangan diri.

Shane Parrish, pemilik blog ini, memberikan sembilan jenis model berpikir dasar yang menurutnya paling berguna selama pengalaman hidupnya.

Well, silahkan liat pengalaman hidupnya sendiri dan kamu baru boleh menilai kenapa kita harus membaca blognya.

Thanks, Shane!

So here we go, sembilan model berpikir dasar:

1. The Map is Not the Territory
Sebuah peta bukan sebuah wilayah, begitu artinya kalau ditranslate secara mentah.

Ya benar; Karena sebuah peta merupakan representasi atau gambaran dari suatu wilayah. Yang artinya telah melewati hasil interpretasi dari si pembuat peta.

Sebuah wilayah, atau alam, suka berubah secara tiba-tiba. Interpretasi berarti bukan gambaran sepenuhnya dari kenyataan. Pemikiran seperti ini perlu selalu diingat oleh kita ketika ingin memecahkan suatu masalah.

Contohnya ketika kita mensitasi sebuah data atau penelitian, pada umumnya sangat disarankan untuk tidak mensitasi sumber yang berumur lebih dari 10 tahun kan? Supaya tidak terdapat banyak misinformasi antara data (peta) yang merepresentasikan keadaan nyata di lapangan (wilayah).

2. Circle of Competence
Seseorang dikatakan kompeten ketika ia sangat paham dengan apa yang dikerjakannya, yang biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk membangun sebuah kompetensi.

Ketika ego, bukan kompetensi, yang menjadi alasan dalam mengambil sebuah keputusan, maka akan muncul titik buta. Jika kita benar-benar mengenal diri kita masing-masing, maka kita akan paham sampai di titik mana pengetahuan atau keterampilan kita habis. Titik di mana kita tidak lagi menjadi kompeten.

Titik buta adalah tempat di mana kita paling rentan; Tapi juga tempat di mana kita harus belajar atau berkembang.

Dengan memahami tempat-tempat di mana kita kompeten atau tidak, maka kita akan tahu di mana kita harus percaya sama diri sendiri atau orang lain, yang tentunya akan meningkatkan hasil dari keputusan yang kita buat.

3. First Principles Thinking
Ini merupakan salah satu alat terbaik untuk melakukan reverse-engineer agar mendapat solusi yang kreatif terhadap situasi yang rumit. Reverse-engineer yakni membuat suatu produk tapi titik mulainya terbalik, dari belakang, dari produk atau hasil yang sudah ada.

Contoh ketika kamu mencicipi sebuah makanan, kamu akan bisa mengira-ngira apa saja bumbu yang dimasukan ke dalam makanan tersebut.

Model ini mengajak kita untuk mengetahui intisari dari suatu hal. Contoh bisnis berlandaskan internet.

Ide dasar atau intisari dari internet itu menghubungkan orang dari manapun, tapi ide-ide tambahan untuk berbisnis itu dikolaborasikan dengan penginapan, muncul AirBnB. Transportasi, muncul Uber. Tempat berlibur beserta tiketnya, muncul Traveloka. Atau berbagi cerita ke orang yang tidak dikenal, muncul Twitter.

Kalau kamu bisa mengetahui intisari dari suatu hal, kamu akan bisa membangun hal baru dengan mengombinasikannya terhadap ide-ide segar yang kamu punya.

4. Thought Experiment
Ini adalah model berpikir yang sering digunakan di ilmu Filsafat dan Fisika. Mirip dengan berimajinasi, namun tidak sebebas berimajinasi; Karena harus membuat alur yang masuk akal.

Seperti eksperimen dalam suatu penelitian, ada juga prosedur yang harus diikuti, trigger warning buat kamu yang lagi skripsian:

1. Buat suatu pertanyaan
2. Lakukan riset latar belakang
3. Bangun hipotesis
4. Tes hipotesis dengan (thought) eksperimen
5. Analisis hasil dan ambil kesimpulannya
6. Bandingkan dengan hipotesis dan sesuaikan

Kalau eksperimen di lab memakan banyak uang dan waktu, sedangkan thought experiment adalah alat yang bisa diakses kapanpun tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun.

5. Second-Order Thinking
Ketika kita membeli makanan pedas, kebanyakan dari kita akan menyiapkan air dingin setelah memakannya. Kita pasti bisa mengantisipasi konsekuensi atau dampak langsung dari aksi kita, dalam contoh tadi yaitu makan makanan pedas. Itu contoh dari First-Order Thinking.

Kalau first itu pertama, maka second itu kedua.

Jadi, Second-Order Thinking adalah cara berpikir untuk mempersiapkan diri terhadap konsekuensi-konsekuensi yang akan datang, yang memaksa kita untuk berpikir lebih jauh ke depan secara holistik. Em, holistik itu artinya utuh, lengkap, atau menyeluruh.

Naval Ravikant pernah mengatakan bahwa:

“Wisdom is knowing the consequences of our action.”

consequences dengan “s” di akhir, yang bisa jadi konsekuensi kedua, ketiga, atau keempat.

Berpikirlah lebih jauh, guys.

6. Probabilistic Thinking
Anak Soshum pasti tidak asing sama istilah ini, ini adalah salah satu metode kuantitatif yang banyak digunakan oleh Ilmu Sosial.

Kalau di Saintek itu 2+2 sama dengan 4, di Soshum 2+2 bisa jadi 3, 4, 5, atau 6, tergantung pengalaman, lingkungan, dan berbagai faktor lainnya.

Karena tidak bisa mendapatkan hasil yang pasti, probabilitas muncul membawa keunggulannya; Bisa memprediksi mana kemungkinan yang paling mungkin terjadi.

Dunia itu chaos, artinya banyak faktor-faktor yang tidak (atau belum) kita ketahui.

Dengan menggunakan cara berpikir ini, keputusan kita akan bisa lebih tepat dan efektif.

7. Inversion
Kata dasarnya “invert”, yang artinya membalikkan atau kebalikan.

Sebagai cara berpikir, berarti menghadapi suatu situasi dari sisi kebalikan pada umumnya.

Contoh, aku ingin podcastku didengarkan oleh 10 ribu orang.

Apa yang harus aku lakukan? Aku akan upload episode podcast setiap minggu dan membeli peralatan yang dibutuhkan supaya kualitas suara menjadi lebih bagus.

Versi invertnya, apa yang harus aku hindari untuk mencapai 10 ribu pendengar di podcastku? Kualitas suara yang buruk, episode yang tidak memberikan manfaat bagi para pendengar, pendistribusian episode di segmen yang tidak tepat, serta judul yang tidak mewakili isi dari episode.

Terlihat ya dari sisi cara mencapainya aku mendapatkan dua poin, kalau dari sisi invertnya aku mendapat empat poin.

Karena kebanyakan dari kita cenderung berpikir secara satu arah ketika menghadapi suatu masalah; Kedepan atau maju. Cara berpikir ini bisa melengkapi step-by-step atau informasi dalam proses pengambilan keputusan.

8. Occam’s Razor
Diambil dari tokoh bernama William of Ockham, esensi atau hal penting dari cara berpikir ini adalah penjelasan yang lebih sederhana lebih berkemungkinan benar daripada penjelasan yang rumit.

Ingat, lebih berkemungkinan ya.

Mengapa demikian? Penjelasan yang sederhana berarti melibatkan lebih sedikit faktor. Yang artinya kamu akan bisa lebih percaya diri mendasarkan solusinya, karena memiliki sedikit faktor. Lebih percaya diri karena lebih mudah.

Cara berpikir ini juga bukan hal yang wajib diterapkan dalam setiap permasalahan, tapi merupakan sunnah atau salah satu opsi melihat suatu permasalahan.

Kalau memang pada kenyataannya masalah yang kita hadapi sangat rumit, kita harus menghadapinya apa adanya.

9. Hanlon’s Razor
Model ini menyatakan bahwa kita seharusnya tidak berasumsi kalau hasil yang buruk adalah semata-mata niat seseorang yang mengambil keputusan tersebut. Yang berarti, kesalahan yang terjadi bisa jadi disebabkan oleh kekeliruan dari seseorang.

Niat dan kekeliruan merupakan dua hal yang sangat berbeda ya.

Dengan mengingat model ini, kita akan bisa melihat berbagai solusi untuk memperbaikinya, ketimbang hal-hal yang hilang karena keputusan buruk tersebut.

Iya, manusia tempatnya salah dan lupa, tapi jangan jadikan hal tersebut sebagai alasan melakukan kesalahan yang sama kedepannya.

Itulah sembilan cara berpikir dasar.

Ingat, tidak ada satu cara berpikir yang bisa menyelesaikan semua permasalahan.

Pilih. Coba. Pilih. Coba.

Lakukan siklus tersebut sampai kamu bisa memecahkan masalah yang sedang kamu hadapi.

Happy experimenting!

--

--